Belajar Merevisi: Menyusun dan Membongkar Kembali

By intermedia 8 Min Read
8 Min Read

“Menyusun dan membongkar kembali” adalah saran bijak dari mendiang Jane Kenyon, seorang penyair Amerika. Maksudnya, setelah kamu menulis semuanya, mungkin karena mengikuti dorongan hati (menyusun), kamu kemudian menyunting semua sebisamu (membongkar kembali). Kamu menyusun dan menyusun kembali sampai tulisan itu “terasa” tepat.

Bayangkan proses ini semacam “memangkas dan membakar” dalam kegiatan membersihkan dahan-dahan mati dan menyediakan tempat bagi tunas-tunas baru yang rimbun untuk mendesak tanah. Tapi, bagaimana kamu menyalakan api ini terlebih dahulu? Berikut ini beberapa kiat untuk memulai:

  1. Salin hasil karyamu dengan tangan atau dengan komputer. (Paling baik kalau tulisannya pendek!) Kamu mungkin terkejut melihat kata-kata apa yang kamu tambah atau hilangkan, secara sadar atau tidak sadar.
  2. Ciptakan keseimbangan. Pastikan adegan, karakter, gambaran, dan kesan terpenting mendapat bobot terbesar dalam karyamu. Apakah karakter utamamu kalah oleh karakter kedua yang tampaknya lebih banyak diceritakan? Apakah gambaran mengenai peristiwa sepele berkepanjangan, memperlambat aksi cerita? Hilangkan yang tidak kamu perlukan.
  3. Jangan menjelaskan terlalu banyak. Apakah kamu menjelaskan terlalu banyak kepada pembacamu? Apakah kamu lebih cenderung memberi tahu ketimbang memperlihatkan? Misalnya, jika karakter tertentu dalam ceritamu adalah seorang yang jahat, katakan dengan isyarat: “Ia menendang anjingnya dengan sepatu kulit ularnya.” Hindari menerangkan kepada membacamu bahwa “si Tuan jahat sangat kejam”. Yakini kesan yang kauciptakan dan kemampuan pembaca untuk memahaminya.
  4. Ikuti alirannya. Setiap adegan ceritamu, setiap bait puisimu, seharusnya mengalir lancar ke adegan atau bait berikutnya. Aliran berkenaan dengan menjembatani setiap kekosongan dalam tulisan. Jika misalnya alur ceritanya tidak mengikuti urutan logis, pembaca mungkin akan tersesat. Dan jika dialog tidak terbaca dengan lancar, pembacamu mungkin tidak mengetahui siapa yang berbicara dan mengapa. Kata-katamu seharusnya memberikan jalur yang lancar untuk diikuti pembaca.
  5. Cermati temponya. Semua tulisan punya iramanya sendiri. Jika kamu membaca sesuatu dan memerhatikan ketukannya (suku kata yang ditekankan), kamu akan dapat mendengar iramanya. Dengarkan ketukan kata-katamu. Jika kamu mendengar nada yang salah, ketukan yang hilang, atau campur aduk kegaduhan dalam suatu bagian di tempat seharusnya kamu diam, perbaikilah iramanya. Hilangkan atau tambahkan kata-kata di tempat yang menurutmu sesuai. Pilih kata yang punya lebih banyak suku kata atau konsonan untuk menghasilkan “efek suara” yang kamu inginkan.
  6. Ketepatan. Kata-kata dan kesan-kesanmu semestinya menyampaikan secara tepat apa yang kamu inginkan. Ini membuat tulisanmu hidup. Dalam proses membongkar, kamu mungkin mengubah “pohon besar” menjadi “pohon kurma yang besar”. Kamu mungkin melukiskan “matahari terbenam yang indah” sebagai “sinar merah dan kuning terang”. Ketepatan punya arti besar.
  7. Ingatlah, sekali saja cukup. Saat kamu membaca kembali hasil karyamu, perhatikan penggunaan kata-kata berlebihan. Jangan terus menggambarkan pohon sebagai “atap dedaunan”–kesan segar sebelumnya dapat membusuk dengan cepat. Pernahkah kamu menyebutkan mata cokelat indah karaktermu hingga sepuluh kali? Dalam dialog, pernahkah kamu secara tidak perlu mengulang-ulang “dikatakan begini-dan-begini” berkali-kali? Hilangkanlah!
  8. Lebih sedikit lebih baik. Satu gambaran yang jelas dan hidup akan lebih kuat memengaruhi pembaca ketimbang uraian panjang lebar. Uraian yang terlalu banyak, bagaikan rumput liar menghalangi tunas. Mungkin, kamu merasa terikat pada beberapa bahasamu yang lebih “puitis”, tapi tanya dirimu apakah ini benar-benar sejalan dengan cerita atau puisimu. Lihat lebih lanjut mengenai ini, pada “Simpan ‘Kesayangan-Kesayangan-mu‘”
  9. Hindari kalimat pasif. Tulisan yang baik adalah aktif. Ia mengandalkan kata kerja yang kuat (kata-kata tindakan). Apakah kebanyakan kalimatmu menggunakan bentuk kata kerja “di”? Seperti dalam: Pria itu berjalan ke toko untuk mengetahui apakah adiknya akan selesai bekerja segera.Atau: Ia ditemui di toko oleh kakak laki-lakinya.

    Sebagai gantinya, bagaimana jika: Pria itu berjalan ke toko untuk menemui adiknya, yang biasanya selesai bekerja pada sore hari. Cari kalimat-kalimat malas yang menggunakan terlalu banyak suku kata “di”. Ubah suku-suku kata ini ke dalam bentuk yang lebih aktif (dibicarakan menjadi membicarakan).
  10. Lebih lugas. Beberapa kalimat bersambung dan bersambung, sepertinya banyak yang harus dikatakan, saat sebenarnya mereka dapat menyampaikan gagasan aslinya secara lebih singkat dan ringkas (mengerti maksudnya?). Tulisan yang baik adalah yang langsung dan jelas lugas.
  11. Uji-coba dialogmu. Baca dialogmu keras-keras untuk memeriksa apakah terdengar wajar dan nyata. Apakah bahasanya tepat untuk karakter yang mengucapkannya mencerminkan usia, latar belakang, dan kepribadian karaktermu?
  12. Periksa tanda bacamu. Tanda baca seharusnya membantumu, bukan melawanmu. Misalnya, jika kamu menggunakan terlalu banyak koma, pembacamu mungkin akan merasa terganggu atau merasa diperlambat saat kamu menggunakan titik koma di tempat kamu memerlukan koma, atau tidak ada koma di tempat seharusnya ada, kamu mungkin akan membingungkan pembacamu.Memang mengasyikkan mengetik tanda seru!! Mereka dapat membuat tulisanmu tampak meluap-luap dengan kegembiraan atau mendidih dengan kemarahan, tetapi jika kamu memakainya terlalu banyak, kamu justru mengurangi kekuatannya. Simpan tanda seru hanya jika benar-benar diperlukan, maka pengaruhnya akan lebih besar. Jika kamu tertarik mencoba tanda seru, pertama-tama pastikan kamu mengenal aturan umum tanda seru sehingga kamu tahu bagaimana dan mengapa kamu melanggarnya (sehingga pembacamu juga punya kesempatan untuk memahami apa yang kamu lakukan).
  13. Jika kamu menulis puisi, perhatikan pemutusan baris. Kamu dapat mengenali suatu puisi, terutama dari formatnya. Biasanya, puisi memutuskan baris-barisnya (berarti mereka mengakhiri satu baris dan melanjutkan ke berikutnya) dengan dua cara. Pertama, dengan meniru irama bicara, memutuskan baris di tempat biasanya orang berhenti. Cara keduadengan memutuskan baris untuk menunjukkan beberapa arti lain. Misalnya, kamu mungkin menulis …Di sanalah ayahku berdiri. Sebuah pohon tinggi dan
    rindang menaungi saya dari angin.Sementara “tinggi dan rindang” menjelaskan karakter pohon, gambaran ini–karena pemutusan baris–juga menggambarkan ayah si penyair. Untuk merasakan proses revisi secara umum, lihat contoh-contoh tulisan berikut ini.

    Dari coretan pertama (proses menyusun):

    Hujan di mana-mana, menodai cakrawala di segala arah, kabut memenuhi ladang dengan bayangan biru, lima gagak besar menanti di atas pohon cedar. Semuanya terdiam. Bahkan aku, menanti di bawah langit terbuka, wajahku basah dan muda. Walaupun itu bukan pagi. Walaupun itu belum malam. Walaupun itu antara musim panas dan gugur, sesuatu di antara kuda-kuda di bawah sinar matahari, belalang bersenandung di sana di sinar yang memanas dan daun-daun merah yang baru jatuh, masih lembap di sini di terangnya musim gugur yang lebih sejuk. Ini di antara tempat, di tempat berudara-biru ini, di tempat gagak-menanti ini, di sinilah aku tinggal. Di sinilah aku berjalan tanpa suara, bertanya-tanya mengapa aku selalu berada di antara kanak-kanak dan dewasa, tidur dan terjaga, tahu dan tidak tahu, dan semua tempat lain yang tidak mengenal namaku.

    Cara, 16

    Dari versi revisi (proses membongkar kembali):

    Hujan menodai cakrawala, kabut memenuhi ladang dengan bayangan biru. Lima gagak besar menanti di atas pohon cedar. Semuanya terdiam. Bahkan aku, menanti di bawah langit terbuka, wajahku basah dan muda. Bukan pagi, bukan malam, sesuatu di antara kuda-kuda di bawah sinar matahari, belalang bersenandung dalam sinar musim panas dan daun-daun lembap merah menyejukkan di tanah. Ini di antara di tempat yang diapit oleh biru dan gagak menanti. Di sinilah tempat aku menanti di antara masa kanak-kanak dan dewasa, tertidur dan terjaga, tahu dan tidak tahu.

    Cara, 16 []

Sumber: disalin dari buku “Daripada Bete Nulis Aja!” karangan Caryn Mirriam-Goldberg, Ph.D., terbitan Kaifa for Teens, hal. 145-150.

BACA JUGA:   Menulis Artikel Jurnalisme: Cara Menemukan Hoaks Tentang Sains Dan Membaca Berita Seperti Ilmuwan
Share This Article