Cara mendeteksi dan antisipasi bencana alam ekstrem dengan sensor gelombang infrasonik


Gunung Merapi mengeluarkan lava pijar terlihat dari Turi, Sleman, Yogyakarta, 9 September 2021. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) hari itu mendeteksi 11 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimal 1.500 meter ke arah barat daya. .
ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj

Mario Batubara, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)

Gempa bumi, tsunami, gunung meletus, angin topan, dan tanah longsor merupakan peristiwa alam ekstrem yang menimbulkan beberapa dampak negatif bagi kehidupan di Bumi. Peristiwa non-alam seperti ledakan kilang minyak dan bom nuklir dapat merusak kondisi lingkungan sekitarnya.

Mengetahui awal kejadian beberapa peristiwa tersebut sangat sulit karena seringkali lokasinya puluhan hingga ratusan kilometer, jauh dari jangkauan indra manusia. Namun, sebenarnya awal kejadian dari peristiwa alam ekstrem tersebut membangkitkan atau didahului gelombang suara dalam rentang frekuensi mulai dari yang terendah hingga tertinggi.

Riset saya di laboratorium Sistem Eksplorasi Luar Angkasa dan Bumi, Kochi University of Technology (KUT) Jepang, yang telah terbit di MDPI: Remote Sensing, berhasil mengembangkan sebuah alat dan metode pengamatan untuk mendeteksi lokasi dan awal peristiwa ekstrem di alam dengan mendeteksinya lewat gelombang suara. Alat ini bisa untuk menentukan lokasi sumber gelombang infrasonik atau gelombang suara yang tidak terdeteksi oleh pendengaran manusia.

Alat ini relevan di Indonesia karena jaringan pengamatan deteksi awal bencana alam menggunakan gelombang infrasonik masih sedikit. Pada 2010 peneliti Jepang sudah memasang beberapa sensor infrasonik di sekitar gunung Merapi di Yogyakarta untuk mendeteksi letusan awal gunung tersebut.

Peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan ada tiga tempat lokasi yang terpasang sensor infrasonik. Namun, saat ini status kondisi sensor tersebut sudah tidak aktif lagi, berdasarkan data organisasi internasional infrasonik Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treatly Organization (CTBTO).

Keunggulan gelombang infrasonik

Gelombang suara yang memiliki frekuensi rendah, di bawah batas pendengaran manusia (audible) disebut gelombang infrasonik.

Gelombang ini pertama kali diamati oleh ilmuwan geologi Symons GJ pada 1888.

BACA JUGA:   Pemula perangkat wearable, Noise, mendapat investasi strategis dari Bose

Sensor dengan akurasi yang tinggi yang kami buat berhasil mendeteksi lokasi sumber gelombang infrasonik dari beberapa fenomena alam yang ekstrem di Jepang. Dengan demikian, sensor kami bisa dimanfaatkan sebagai salah satu peralatan untuk deteksi awal bencana alam yang ekstrem di Indonesia.

Alat ini relevan di Indonesia karena data bencana Indonesia mencatat sepanjang 2021 ada 1.803 kejadian bencana yang terjadi di tanah air. Bencana ini mengakibatkan 508 korban meninggal, sekitar 12.000 korban luka-luka dan lima juta penduduk terpaksa mengungsi. Ribuan rumah tinggal dan fasilitas umum juga rusak, dari skala ringan hingga berat.

Selain itu, Indonesia yang memiliki banyak gunung berapi dan aktivitas geologi ekstrem perlu melengkapi jaringan pengamatan gelombang infrasonik di tepi pantai. Ini penting untuk mencegah bahaya bencana akibat gelombang tsunami.

Dalam sejarah, letusan gunung Krakatau pada Agustus 1883 yang fenomenal membangkitkan gelombang infrasonik dan saat itu pertama kalinya terdeteksi di beberapa wilayah Bumi.

Pendengaran manusia tidak mampu mendeteksi gelombang infrasonik, namun hewan-hewan yang berada di sekitarnya dapat merasakan getaran gelombang tersebut. Oleh karena itu, kita mungkin pernah melihat kepanikan hewan-hewan di habitatnya terjadi sebelum bencana datang ke lokasinya.

Gelombang infrasonik adalah gelombang yang panjang sehingga dapat menjangkau area yang jauh dari sumbernya dalam skala puluhan hingga ribuan kilometer. Gelombang ini bersifat omni-directional: menyebar ke segala arah dengan intensitas atau kekuatan yang sama.

Jauhnya jangkauan juga terjadi karena gelombang infrasonik berdaya serap rendah. Akibatnya, sangat sedikit energi yang hilang selama perambatannya.

Peristiwa-peristiwa yang dapat membangkitkan gelombang infrasonik.
aquarid.physics.uwo.ca

Para ilmuwan melihat keunikan pada gelombang infrasonik untuk membuat sebuah alat dan metode yang dapat merespons sekaligus mendeteksi awal kejadian peristiwa-peristiwa ekstrem di alam.

BACA JUGA:   Komputasi kuantum akan memicu 'Armageddon keamanan siber', kata IBM

Peralatan deteksi gelombang infrasonik yang kami buat merupakan alat yang portabel sensor, sehingga ringan dan mudah dipindah-tempatkan. Alat ini juga mudah dalam pengoperasiannya di samping sangat sensitif terhadap perubahan tekanan udara dalam skala satu per seribu satuan tekanan udara.

Peralatan ini juga dapat mengukur percepatan pergeseran permukaan tanah dalam 3 dimensi arah secara bersamaan yang dapat digunakan untuk keperluan riset seismologi.

Kami merancang sebuah metode pendeteksian sumber sinyal yang adaptif terhadap lokasi beberapa sensor. Artinya metode ini dapat digunakan dalam susunan letak atau posisi sembarang dari sekumpulan sensor yang digunakan.

Mendeteksi gelombang infrasonik

Pada prinsipnya gelombang suara dapat diketahui dengan sebuah alat yang dikenal dengan mikrofon. Namun, untuk gelombang infrasonik, sebuah mikrofon harus dapat mendeteksi naik-turun tekanan udara yang lemah dan frekuensi rendah.

Peralatan infrasonik bekerja berdasarkan sebuah media penginderaan. Misalnya, selaput tipis dan permukaan fluida yang dimanfaatkan respons getarannya terhadap perubahan tekanan udara di sekitar.

Peralatan untuk mendeteksi gelombang infrasonik pertama kali disebut sebagai mikrobarograf yang ditemukan Shaw dan Dines pada 1904. Hingga saat ini, konsep kerja dasar peralatan infrasonik masih terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil pengamatan yang lebih baik.

Permasalahannya adalah, bagaimana menggunakan peralatan tersebut untuk mendeteksi lokasi sumber gelombangnya?

Diagram konsep perambatan gelombang infrasonik dari sumber ke sensor.
Sciencedirect.com

Proses ini dimulai dengan pemasangan serangkaian sensor infrasonik, lalu mendistribusikannya di atas permukaan horizontal. Serangkaian sensor digunakan untuk menangkap sebanyak mungkin semua gelombang yang datang. Kerja utama alat kami terletak di media penginderaan yang sangat sensitif terhadap perubahan tekanan udara di sekitar.

Rekomendasi

Organisasi internasional bidang infrasonik, Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treatly Organization (CTBTO), telah menjadikan deteksi gelombang infrasonik sebagai tugas utama mereka.

BACA JUGA:   India memperkenalkan RUU Telekomunikasi baru untuk menggantikan undang-undang lama yang sudah berusia 138 tahun, para kritikus menunjukkan masalah privasi

Beberapa negara sudah mulai menerapkan jaringan pengamatan gelombang infrasonik, termasuk Jepang untuk mendeteksi tsunami.

Sayangnya Indonesia belum optimal membangun bangun jaringan pengamatan serupa sejak 2012. Karena itu, saatnya Indonesia memasang lebih banyak alat pendeteksi gelombang suara di daerah yang dinilai rawan bencana untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

Selain untuk mengurangi risiko bencana, gelombang infrasonik juga bisa dimanfaatkan untuk riset studi atmosfer Bumi, riset studi kesehatan manusia, dan edukasi kepada masyarakat umum.The Conversation

Mario Batubara, Peneliti Ahli Madya, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Leave a Comment