Sekitar 3.000 demonstran membanjiri jalan-jalan Rabat pada hari Minggu, mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan slogan-slogan menentang normalisasi dengan rezim pendudukan, mengekspresikan solidaritas terhadap Gaza dengan meneriakkan kalimat seperti “Palestina tidak untuk dijual” dan “perlawanan teruskan menuju kemenangan dan pembebasan.”
Para pengunjuk rasa sangat menganjurkan diakhirinya normalisasi dengan Israel, menekan pemerintah Maroko untuk membatalkan upaya normalisasi yang dimediasi oleh Amerika Serikat yang dimulai pada tahun 2020.
Serangan Israel di Gaza, yang dimulai pada tanggal 7 Oktober setelah operasi yang dilakukan oleh kelompok perlawanan di wilayah tersebut yang diberi nama operasi Badai al-Aqsa, telah menimbulkan banyak korban jiwa. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan hampir 18.000 korban jiwa dan hampir 49.000 orang terluka akibat agresi yang sedang berlangsung.
Demonstrasi ini merupakan bagian dari serangkaian protes warga Maroko yang mengecam tindakan militer Israel di Gaza. Namun, unjuk rasa hari Minggu ini merupakan yang pertama yang diselenggarakan oleh oposisi Partai Keadilan dan Pembangunan, yang sebelumnya memimpin pemerintahan terpilih Maroko dari tahun 2011 hingga 2021.
Selain menuntut disosiasi diplomatik dari Israel, para pengunjuk rasa mendesak boikot terhadap merek-merek yang mendukung rezim Zionis, sekaligus mengecam keras dukungan militer dan politik yang besar yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap genosida rezim tersebut di Gaza.
Seorang pengunjuk rasa, saat menandatangani petisi yang menuntut pembatalan kesepakatan pemulihan hubungan antara Rabat dan Tel Aviv, menekankan pentingnya memutuskan hubungan dengan Israel, dengan alasan kehancuran dan korban jiwa yang ditimbulkan di Gaza sebagai akibat dari kekejaman Israel.
Diterjemahkan dari situs tn.ai