Menulis Fiksi & Non Fiksi

Ada dua golongan besar jenis tulisan, yaitu fiksi dan non-fiksi. Keduanya membutuhkan imajinasi. Bedanya, tulisan fiksi menggunakan imajinasi sebagai bahan baku, sedangkan tulisan nonfiksi memanfaatkan imajinasi untuk memahami masalah atau realitas/fenomena. Masing-masing golongan terdiri atas beragam jenis tulisan.

Beragam tulisan tercipta melalui proses kreatif menulis yang beragam pula. Setiap penulis atau pengarang memiliki pengalaman khas dalam menghasilkan tulisan. Beberapa kesamaan atau kemiripan pengalaman proses kreatif dalam menulis bisa saja terjadi, namun tidak akan pernah sama persis.

Ada baiknya membandingkan proses kreatif dari banyak penulis, kemudian kita naik-kan abstraksinya untuk mencari kesamaan atau melakukan sintesis. Hasil abstraksi dan sintesis itu dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan proses kreatif kita dalam menulis.

Percayalah, setiap orang bisa kreatif. Anda juga dapat kreatif menulis apa pun, asal punya rasa ingin tahu, sensitif, sabar dan cermat mendengar dan mengamati, serta tekun menulis. Kreativitas itu bukan takdir. Kreativitas adalah hasil jerih payah setiap orang yang mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.

Proses kreatif menulis fiksi
Pamusuk Eneste mengumpulkan banyak kisah tentang proses kreatif para sastrawan. Jilid ke-4 yang saya baca memuat 14 kisah proses kreatif, antara lain tulisan Aoh K. Hadimadja, Acep Zamzam Noor, Motinggo Busye, Seno Gumira Ajidarma, dan Ayu Utami. Gagasan Ayu Utamilah yang menarik perhatian saya karena tidak lazim.

Ayu Utami sepakat dengan tafsiran Sutardji Calzoum Bachri bahwa pada awalnya adalah kata, bukan makna. “Kata-kata bukan alat pengantar pengertian. Kata adalah pengertian itu sendiri.” Sutardji melepaskan morfem (unit terkecil bahasa yang bermakna) dan maknanya, lalu terhasilkan kegaiban dari bunyi-bunyi yang telah bebas itu. Ayu percaya, baris-baris sajak Sutardji terutama lahir dengan eureka: dengan spontanitas dan letupan yang tak gampang dipahami, tak terancang, dan tak terukur (Ayu Utami dalam Eneste, 2009: 1).

Puisi atau prosa pendek (cerpen dan fiksimini) mungkin mudah tercipta hanya dengan spontanitas, lain halnya dengan prosa panjang. Memang ada pengarang/penulis yang berhasil menyelesaikan novel kurang dari seminggu. Tetapi proses kreatif dalam hitungan hari atau lebih bukanlah spontanitas. Perencanaan tulisan sesederhana outline atau plot sekalipun, memudahkan penyelesaian tulisan.

Proses kreatif menulis nonfiksi
Untuk keperluan penulisan berita, ada acuan lain untuk menggali informasi: news value.

Situs http://www.uncp.edu/home/acurtis/Courses/ResourcesForCourses/NewsValues.htmlmenyebut tujuh nilai berita:

impact(dampak)
timeliness (aktualitas, kebaruan)
prominence (kemenonjolan)
proximity (kedekatan geografis)
bizarreness (keanehan)
conflict (konflik)
currency (uang).

Acuan pemberitaan atau kegiatan jurnalistik yang lebih mendasar dikemukakan oleh Kovach & Rosenstiel (2001) yang biasa diterjemahkan menjadi sembilan elemen jurnalisme:

Kewajiban pertama jurnalisme adalah mengungkap kebenaran
Kesetiannya yang pertama kepada warga negara. Esensinya adalah disiplin melakukan verifikasi. Para jurnalis harus menjaga independensinya terhadap liputan mereka.

Jurnalisme harus berperan sebagai pengawas kekuasaan. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritisisme dan kompromi publik. Jurnalisme harus berupaya keras membuat hal/orang penting menjadi menarik dan relevan. Jurnalisme harus menjaga berita tetap komprehensif dan proporsional. Para jurnalis harus bebas menggunakan hati nurani mereka.

Sebetulnya, baik nilai berita maupun elemen-elemen jurnalisme, dapat menjadi acuan juga dalam penulisan opini. Tinggal bagaimana penulis mengejawantahkan acuan-acuan itu kedalam beragam bentuk tulisan. Perbedaan format tulisan menuntut penyesuaian strategi yang dipengaruhi oleh panjang tulisan dan kepatutan gaya penulisannya.

Parakitri T. Simbolon (dalam Nusantara & Hamiyati, 1997: 6) membedakan tiga kegiatan jurnalistik menjadi reportase dasar (straight news), madya (news feature), dan lanjutan (news analysis).

Straight news menggunakan struktur piramida terbalik. Struktur penulisan semacam ini memudahkan penulisan dan penyuntingan. Tidaklah sulit menguasai struktur penulisan piramida terbalik. Hal yang sulit dalam penulisan berita langsung adalah sesnsivitas menagkap esensi berita atau masalah/fenomena yang patut diberitakan.

Fenomena yang muncul di permukaan dan karenanya mudah terlihat, memiliki asal-usul atau penyebabnya. Istilah jurnalistiknya adalah news peg, pasak berita atau pelatuk peristiwa. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses kreatif penulisan berita: bagai-mana menemukan esensi masalah dan memahami konteks sosialnya, kausalitas antarperistiwa. Pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam adalah prasyarat penulisan berita. (Subagio Budi Prajitno, dosen komunikasi UIN Bandung).*
————————————————————–
http://komunikasi.uinsgd.ac.id/proses-kreatif-menulis-fiksi-dan-nonfiksi/

Tinggalkan komentar